Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 06 Oktober 2016

Jangan Pernah Meragukan Kemampuan Anak Kita Sendiri

Pertama kali mendengar Faiz mendapat tugas menghafal Surat Adh Dhuha dari guru TK-nya, sebenarnya hati kecil ini agak keberatan. "Ya masak anak seusia gitu "ditembak" menghafal surat sepanjang itu, yang bahkan orang dewasa kebanyakan belum tentu hafal? Gimana ngajarinnya? Untungnya si Faiznya sendiri PD aja,percaya sepenuhnya bahwa Teacher tidak akan memberikan tugas di luar kemampuannnya. Ternyata hanya mendengarkan Syeikh Rashid Al Misyari selama 5 hari, dia sudah hafal lancar di luar kepala. Yang lebih menggembirakan lagi, salah satu temannya yang ditugasi membaca Surah yang berbeda naman kurang lebih sama panjangnya, juga bisa mengerjakan tugas itu dengan sama baik dan sama lancarnya, Alhamdulillah.


Jujur saya akui, meragukan kemampuan anak saya sendiri bukan kala itu saja saya lakukan. Dulu ketika Mbaknya, Eying, masih TKA dan ingin belajar jualan (kertas mewarnai). Dia menjual dagangannya dengan cara door to door, mengetuk pintu satu demi satu layaknya sales panci LOL. Rasanya deg-degasn sekali ketika mengawasinya dari jauh. Untung mungkin anak sekecil itu belum mengenal rasa takut ditolak, takut tidak laku ataupun takut gagal, sehingga dia dengan sabar membawa beberapa lembar kertas mewarnai, keliling blok demi blok untuk menawarkan barang.

Sama ragunya ketika Una memaksa saya mengajari pembagian dan perkalian waktu dia masih TKB. Gimana cara neranginnya? Apa ya dia memahami konsepnya? Tapi karena dia memaksa, maka dengan penyesuaian sana-sini, meliputi penyederhanaan bahasa dan sebanayk mungkin analogi, jadilah dia berjam-jam asyik di kamar bermain dengan legonya dalam rangka belajar pembagian.

Ketika keraguan melanda (halah! :D ) hanya satu yang saya lakukan: Menyimpannya rapat-rapat dalam hati, membiarkan dia melakukan 'percobaannya', sebisa mungkin memberikan dukungan yang dibutuhkannya, ikut berbahagia ketika berhasil dan menyemangatinya ketika dia gagal. Pokoknya jangan sampai anak saya tahu kalau saya meragukannya, titik.

Alhamdulillah si Eying hingga kelas 5 masih melanjutkan hoby jualannya. Jualan apa saja, gelang, kalung, bross, alat tulis hingga makanan kecil seperti kue dan donat. Dengan demikian ketika suatu saat emaknya lupa memberinya uang saku, minimal dia bisa pakai uangnya sendiri - dengan status emaknya ngutang tentu saja, pulang sekolah diganti.

Dan Faiz sepertinya memang sedang tergila-gila dengan Juz Amma. Saat ini dia begitu cintanya dengan Surah An Naba', entah apa sebabnya. Saya masih meragukan komitmen hafalannya tentu saja, tapi ya itu tadi, mending diam saja. Yang penting dia menunjukkan ketertarikan yang tinggi, itu saja.

Kemampuan Una tentang matematika sejauh ini tidak mengecewakan juga. Dan karena saya dan suami (terutama suami) menekankan pentingnya menggunakan nalar dalam menelaah suatu masalah, kadang dia mampu menyelesaikan soal secara out of the box. Kalau lagi mood, dia juga dengan ringan tangan membantu mengoreksi PR kakaknya yang sekarang kelas 5. 

Sepertinya mungkin memang sunatullah ya, Bunda, bahwa seorang ibu selalu mengkhawatirkan anaknya, karena dia menginginkan kebahagiaan dan kenyamanan mereka. Apalagi kondisi pendidikan Indonesia saat ini yang jauh lebih berat materimanya dibanding kita dulu waktu seusia mereka. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About