Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 07 Januari 2018

Siti Fatimah, Single Mother Dengan Anak Penuh Prestasi




 Kami bertemu untuk kedua kalinya di mushola UNMUH Jember ketika mengantar anak-anak kami mengikuti JMSC (Jember Mathematic And Science Competition).  Saat itu menjelang ISHOMA, dan hasil final akan diumumkan 1 jam lagi.
 
“Tahu nggak tadi aku kesininya bagaimana?  Nebeng Alphard Mamanya Zahra. Hotelnya juga dibayarin sama dia.” katanya langsung.  Masih agak terengah-engah karena memang punya riwayat  asma dan wajah basah oleh air wudlu dia melanjutkan cerita, “Sik, aku tak sholat dulu ya, habis ini dilanjut.” Kami berpisah untuk menunaikan sholat.

Pertemuan kedua ini berlangsung akrab sebagaimana pertemuan pertama kami waktu APOTEMA (Ajang Potensi Matematika) di IAIN Tulungagung beberapa bulan yang lalu. Sebelumnya komunikasi kami hanya melalui Facebook dan WA saja. Meski begitu kegigihan dan keberaniannya sebagai ibu membuatku menaruh hormat setinggi-tingginya pada perempuan sederhana ini. 

Pada JMSC kali ini, Koko, anaknya berhasil meraih medali perak di kompetisi tingkat Jawa – Madura – Bali itu. Begitu juga Zahra, anak yang ditebengi Koko dan Ibunya.  Sementara anak keduaku, Una berhasil meraih medali perak sedang adiknya, Faiz meraih medali perunggu di bidang IPA. Sebelumnya nama Koko kami kenal karena dia berhasil meraih medali emas dalam kompetisi internasional, SASMO. 

SASMO (Singapore and Asian Schools Mathematic Olympiad)  2017 menghasilkan deretan pemenang yang agak unik. Ada nama Koko Ali Firdaus Al Faridzi diantara nama-nama China, Bulgaria, Singapore, Malaysia dan negara-negara lainnya.  Dan MI Darul Ulum Blitar disebut diantara sekolah-sekolah swasta elite, sekolah internasional, hingga sekolah-sekolah negeri terbaik di Indonesia.  Namanya disebut sebagai peraih gold medal di salah satu olimpiade matematika internasional  bergengsi tersebut. 


 
Bisa dibilang agak out of place memang, mengingat MI Nurul Ulum ‘hanyalah’ sekolah kecil di pelosok kabupaten Blitar. Sekolah ini berdiri di Kecamatan Gandusari,  salah satu daerah kaki gunung yang masuk Bahaya Ring 1 Erupsi Gunung Kelud. Itu artinya ketika Gunung Kelud Meletus, daerah itu akan dihujani pasir dan bongkahan batu. Gandusari juga menjadi salah satu jalur lahar, yaitu Jalur Lahar Kali Putih.

Berbeda dengan para pesainganya (ada 16 negara peserta), Koko bukan anak dari orang kaya yang berkecukupan hidupnya. Ia tinggal bersama ibunya yang single mother dan harus menghidupi kedua anaknya serta ibunya yang sudah tua. Ibunya, Siti Fatimah, bekerja sebagai petugas entri data di Madrasah tempat Koko belajar.  MI Nurul Ulum sendiri bukanlah sekolah yang mentereng untuk ukuran kabupaten Blitar. Hanya sebuah madrasah kecil dengan jumlah total siswa 50 orang saja.  Hampir mirip dengan SD Muhamadiyah Gantong yang ada di novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.

Lalu bagaimana dia mempersiapkan materi olimpiadenya?

Semua orang tua yang anak-anaknya aktif mengikuti olimpiade baik lokal, nasional maupun internasional sadar betul akan biaya yang dibutuhkan untuk  menjadi pemenang dalam sebuahkompetisi. Tingkat kesulitan materi yang dilombakan  rata-rata beberapa tingkat di atas kelasnya sekarang. Jadi bila dia mengikuti olimpiade matematika untuk kelas 4 misalnya, berarti soalnya akan setara dengan pelajaran reguler kelas 6, atau bahkan kelas 7 SMP.

Itu artinya dia butuh pembimbing khusus olimpiade. Dan membayar guru olimpiade jauh lebih mahal dibanding bimbingan pelajaran reguler, apalagi untuk seorang ibu karyawan madrasah swasta di kota kecil seperti Bu Sifat ini (panggilan populernya). Bisa jadi gaji sebulan habis tak tersisa hanya untuk membayar uang lesnya.  Tapi Bu Sifat tahu betul potensi akademis anak kesayangannya.  Dia tetap mendorong anaknya untuk mengikuti berbagai lomba meski sadar betul bahwa mereka kekurangan dana.  

Alhamdulillah usaha mereka membuahkan hasil manis. Saat masih kelas 4 dia berhasil meraih juara 2 Kompetisi Sains Madrasah (olimpiade khusus untuk madrasah) se Kabupaten Blitar serta meraih medali perunggu pada HIMSO (Hidayatullah Mathematic And  Science Olympiad) se Jawa Timur. Prestasi itu dilanjutkan dengan keberhasilannya meraih medali emas di pentas bergengsi SASMO.

Prestasi inilah yang lalu menarik perhatian para pelatih olimpiade di Jawa Timur, Pak Ami Triono terutama, yang beroperasi di wilayah eks Karesidenan Kediri.  Sosok Koko di mata Pak Ami bak batu mulia yang menunggu diasah supaya berkilau cemerlang.  Menyadari kondisi finansialnya, Pak Ami membimbing Koko dengan memberi banyak kemudahan. Mulai saat itu Koko dan ibunya harus bolak-balik Blitar – Tulungagung  karena home base kerja Pak Ami ada di kota Tulungagung. 

Bagaimana cara mereka berdua bolak-balik Blitar – Tulungagung, yang harus ditempuh sekitar 1.5 jam lamanya?  Tentu saja tidak dengan cara naik mobil, duduk manis karena sudah ada sopir yang siap mengantar kemana saja. Jangankan mobil, motorpun ia tak punya. Maka pada saat seperti itu dia mengandalkan kebaikan hati kakaknya yang meminjami sepeda motor. Menembus malam, melintasi bulak (area pesawahan tanpa rumah ataupun perkampungan) yang luas dan sepi hingga kebun yang  penampakannya lebih mirip hutan saja.

Bukan sekali dua kali Mbak Sifat dan Koko harus melalui masa-masa seperti itu.  Bahkan pernah pula dia harus menjemput Koko jam 11 malam saat dia harus mengikuti pelatihan di Rumah Bobo Surabaya,  rumah belajar khusus olimpiade milik Ustadz Imam Syafii. Dan di tengah malam buta mereka harus berkendara selama 1,5 jam melintasi jalan antar propinsi yang sepi dan penuh bahaya, menuju kaki Gunung Kelud bernama Desa Gandusari. 

Kegiatan bolak-balik ini akan semakin intens dilakukan Koko hendak mengikuti olimpiade Matematika. Di penghujung semester genap kelas 5 kompetisi IMOYA (International Mathematic For Young Achiever) diselenggarakan di Singapore. Koko adalah salah satu dari sekian banyak peserta dari Indonesia yang terpilih untuk berpartisipasi.  Mengikuti kompetisi internasional tentu saja butuh lebih banyak biaya. Ada tiket Transport Blitar – Surabaya, Tiket pesawat Surabaya-Singapore PP, biaya hotel disana termasuk konsumsinya, dan biaya lain-lainnya yang harus dibayar.
  
Bagaimana seorang single mother bergaji 5 digit angka 0 mengatur itu semua? Koko tidak terlahir cerdas begitu saja. Ada gen kecerdasan yang menurun dari ortunya meski hidup penuh keterbatasan.  Jalan termudah adalah dengan mencari sponsor. Maka diketuklah pintu setiap instansi yang ada di Kabupaten Blitar, ditunjukkan pada para pejabat itu potensi dan prestasi Koko selama ini dan permohonan bantuan dana untuk berangkat ke Singapura.

Dan Allah menurunkan rizky pada hambaNya dengan cara dan arah yang tidak disangka-sangka. Berkat kegigihan Mbak Sifat, Koko berhasil mendapatkan dana lebih dari cukup untuk mengikuti IMOYA.  Tentu saja dengan beban moral  harus memenangkan lomba karena membawa banyak sponsor.  Beban moral itu diselesaikan dengan sangat elegan oleh Koko, dengan membawa pulang medali perunggu ke kota kecil kelahirannya. 

Rupanya rentetan keberuntungan tidak berhenti begitu saja. Karena prestasinya, Koko berhak mendapat kemudahan dimana dia bisa masuk madrasah dimana saja di wilayah Jawa Timur, secara gratis tentu saja.  Sebuah peluang langka yang tidak akan disia-siakan begitu saja oleh anak yang taat beribadah dan sangat berbakti pada ibunya tadi.

Dan Mbak Sifat sendiri mengakhiri status single mother dengan menikahi teman sekolahnya dulu. Seorang sosok suami yang sederhana tapi sangat taat beragama, serta sayang pada Koko dan kakaknya. Jalan panjang dan berliku masih harus dilalui oleh Mbak  Sifat, Koko, serta kakaknya, Kiki, yang kini mondok di Madrasah Aliyah dekat rumahnya. Tapi minimal kali ini dia tidak harus menanggung beban itu sendiri. Ada bahu tempat bersandar, teman berbagi  dan tentu saja ada Allah tempat mencurahkan segala beban dan kegalauan hati.










21 komentar:

  1. Masya Allah ...Mbak Sipat benar-benar Ibu yang hebat!
    Sudah sering dengar prestasi Koko tapi baru baca kisah hidupnya di sini. Semoga Allah selalu membukakan pintu rejeki untuknya dan keluarganya. Aamiin:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amiin, Bu Sifat banyak mendapat pertolongan dari orang-orang baik yang beliau kenal. Alhamdulillah Allah selalu memberikan rizky dari arah mana saja. Terimakasih sudah mampir.

      Hapus
  2. Masyaa Allaah... perjuangannya seorang single mother benar2 luar biasa ya, Mba

    Alhamdulillaah, Mba Sifat udah dapat jodoh lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Luar biasa memang, saya malu kalau mengingat selama ini lebih banyak nngeluh daripada bersyukur. Perjuangan saya nggak ada seujung kuku beliau.

      Hapus
    2. Betul, memang luar biasa. Menulis gini ini jadi malu sendiri.

      Hapus
  3. Saya penasaran dengan sosok mba Sifat yang luar biasa itu, sayang gak ada foto yang lebih jelas dalam postingan mba hehehe. Hebat ya mba sifat, banyak hal positif yabg bisa kita teladani dari cara beliau mendidik anaknya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya? Soalnya adanya foto ya itu tadi. Itupun minta pada yang bersangkutan.

      Hapus
  4. Semoga selalu diberi kemudahan dan perlindungan ya. Ngeri motoran malam-malam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ngeri Bu, karena jalanan sepi dan rawan begal, tengah malam lagi. Bu Sifat ini punya penyakit asma yang tidak boleh terlalu lamla terkespos udara dingin

      Hapus
  5. MasyaAllah, kisah yang sangat menginspirasi. Dari mulai Koko, dengan segala Kekurangan materi namun dia mampu berprestasi. Lalu Bu Sifat, sosok ibu yang tegar. Mereka berjalan bersamaan, terus berjuang dan percaya bahwa ada Allah yg memudahkan. Alhamdulillah, akhirnya Allah bukakan, bukan hanya satu jalan, tapi sekaligus beberapa jalan bahagia terbuka.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Koko ini salah satu anak Blitar paling moncer tingkat Jawa Timur. Kalau njenengan sering mengikuti lomba matematika kayak anak-anak saya, pasti akan kenal namanya. Karena dia salah satu langganan juara

      Hapus
  6. Inspiring banget kisahnya, Mbak. Ternyata hasil memang tak pernah mengkhianati usaha...😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau kita berkecimpung di dunia olimpiade, sangat banyak cerita inspiring macam itu. Baik dari anak-anaknya, orang tua maupun pembina olimpiade.

      Hapus
  7. Ponakanku ikutan SASMO juga mbak. Modalnya guede ternyata buat ikutan. Udah dapat sponsor dari sekolah pun masih nambah lumayan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh ya, dapet apa, Mbak? Guede emang modalnya. Ke Singapura aja sekiutar 8.5 jt-an. Anak saya ikut ASMOPS ke thailand meski transport, akomodasi dan makan gratis, gak cukup 5 jt biayanya.

      Hapus
  8. Saya selalu suka mendengar kisah-kisah inspiratif seperti ini, jadi ikut termotivasi dan tambah bersyukur dengan hidup saya sekarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, sebenarnya banyak sekali anak-anak, orang tua dan guru yang bisa menginspirasi. Mereka orang-orang kebanyakan, bukan tokoh terkenal atau siapa. Tapi perilaku, ahlak dan perjuangan mereka layak diacungi jempol

      Hapus
  9. Maa syaa Allaah. Kisah yang inspiratif mbak, tentu nggak mudah menjadi single mother apalagi single mother yang sampai menghantarkan anaknya Koko meraih kesuksesan. Salut dengan perjuangannya mbak Sifat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sangat tidak mudah. Tapi Mbak Sifat ini istimewa, karena beliau berhasil menjadi single mother yang ceria dan bahagia meski dengan penghasilan pas-pasan. MasyaAllah

      Hapus
  10. Maa syaa Allaah. Kisah yang inspiratif mbak, tentu nggak mudah menjadi single mother apalagi single mother yang sampai menghantarkan anaknya Koko meraih kesuksesan. Salut dengan perjuangannya mbak Sifat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih, Mbak Siska. Saya nggak yakin bisa setangguh beliau

      Hapus

 

Blogger news

Blogroll

About