Siapa sosok wanita paling terkenal karena pengaruh didikan tangannya? Mungkin Fathimah Al Adziyah
h, Ibu Dari Abu Abdullah Muhammad Bin Idris adalah salah satunya. Menjadi seorang single parent ketika anaknya berusia 2 tahun tidak menyurutkannya untuk memotivasi dan menggali potensi ananda tercinta.
Fathimah beruntung dikaruniai seorang bayi jenius. Diajarinya sendiri Si anak tentang Qur'an, dan sukses dihafalkan ke30 juz pada usia 9 tahun. Dan ketika Fathimah merasa tak sanggup lagi mengajarinya, dia mengirim si anak kepada seorang ulama di Mekkah. Biaya tak akan jadi masalah bagi seorang ibu yang tahu potensi anaknya. Dan siapa sih guru yang tidak ingin membimbing anak dengan kecerdasan luar biasa?
Siapakah Abu Abdullah Muhamad Bin Idris? Dialah yang dikenal di Indonesia sebagai Imam Syafii, yang mahzabnya di pakai oleh sebagian besar Muslimin Asia Tenggara. Dia yang karena kecerdasannya yant tinggi dan kehausannya akan ilmu membuatnya berwenang memberikan fatwa di usia 15 tahun!!!
Apa yang dilakukan oleh anak-anak kita di usia segitu? Anak-anak putri mungkin masih berkutat soal krim apa yang cocok untuk jerawat di mukanya, atau mana yang lebih keren, si A yang anak band X atau si B kapten tim basket sekolah. Kalau anak laki-laki mungkin masih memperdebatkan cara terbaik membuat motornya mengaum sekeras mungkin atau laptop mana yang lebih powerfull, Asus ROG atau Acer Predator :D
Itu semua karena dia memang cerdas, ya wajar to? Bisa jadi, tapi bagaimana seseorang bisa tahu dia cerdas atau tidak kalau ibunya tidak pernah mengajarinya apa-apa? Dan tahun 150 H bisa dipastikan tidak ada sekolah formal yang repot-repot mengukur IQ murid-muridnya. Maka orang tualah yang seharusnya lebih mengerti potensi anaknya. Beruntunglah Imam Syafii juga anak-anak pintar yang mendapatkan arahan yang tepat oleh orang tuanya.
Dan sungguh rugi bangsa ini ketika kita menyia-nyiakan potensi besar anak-anak kita, karena kita terlalu sibuk dengan dunia orang dewasa yang tak ada habisnya. Tidak percaya? Coba Ayah dan Bunda tanyakan pada para Bunda Paud, guru-guru play group, dan guru-guru TK yang seringkali menjadi saksi kecerdasan anak yang tersia-sia karena ketidaksadaran orang tuanya.
Menurut saya ada 2 jenis penyia-nyiaan itu. Yang pertama orang tua mengabaikan anaknya. Otak anak dibiarkan kosong tanpa isi, tanpa pengetahuan, nasehat, kata-kata yang menyejukkan dan penuh kasih sayang ataupun pembahaman tentang bear dan salah dan baik dan buruk. Dan anak-anak kosong inilah yang sering menjadi sumber keprihatinan para guru, apalgi ketika di kemudian hari Sang Guru menemukan potensi tinggi anak yang bersangkutan.
Penyia-nyiaan kedua adalah memaksa 'mengisi' otak anak dengan 'ilmu' sebanyak-banyaknya yang meliputi les ini itu, kursus ini itu dan tuntutan ini itu. Orang tua sudah punya definisi sendiri cerdas itu apa, dan memaksa anak mengikuti definisinya. Setahun dua tahun si anak mungkin masih bisa mengikuti, tapi bagaimana dengan 5 tahun berikutnya? 10 tahun berikutnya?
Sungguh berat tugas orang tua. Kesalahan mencuci bisa diulangi lagi, atau kalau kain terlanjur rusak masih bisa beli lagi. Sesekali salah resep tidak apa-apa, koki yang kreatif bisa memodifikasi. Salah mengasuh anak? Dampaknya mungkin tak bisa langsung diketahui, tapi bisa jadi itu dampak permanen yang melekat sepanjang hidupnya, bahkan diwariskan turun-temurun kepada anaknya.
Sangat disayangkan bahwa skill wajib semua calon orang tua tidak diajarkan di sekolah-sekolah yang sudah menghabiskan banyak biaya. Orang tua sebagai pendidik pertama, yang menentukan karakter anak-anaknya harus bertindak dengan cara meraba-raba. Atau sebaliknya, dia mempadu padankan semua metode parenting yang dia dapat dari 'ahlinya'. Dan ahli itu bernama internet.
Kemanakah mendidik orang tua, Ibu terutama yang - mengutip istilah RA Kartini - merupakan madrasah pertama-tama umat manusia? Bagaimana bisa seorang Fathimah Al Adziyah yang tidak mengenal ilmu parenting sama sekali, hanya mengandalkan Al Qur'an dan Hadist serta tuntunan ulama bisa mengembangkan kecerdasan anak sedemikian pesatnya?
Mungkin sudah saatnya kita fokus. Fokus pada kecerdasan anak yang biasanya memang mencakup satu dua bidang saja. Dan sisanya biarkan anak menikmati masa berkembangnya dengan bahagia. Dan mungkin sudah saatnya untuk tidak menggantungkan masa depan anak pada sekolah saja. Tapi orang tua yang berperan dominan dalam membentuk anaknya.
Dan yang paling utama, mungkin sudah saatnya kita kembali menggali 'ilmu pengetahuan lama' yang sudah dilupakan karena dianggap menghambat kemajuan jaman. "Ilmu pengetahuan' yang memungkinkan Imam Syafii menjadi mufti di usia 15 tahun, atau yang membuat Usamah Bin Zaid sanggup memimpin pasukan Muslimin melawan Tentara Bizantium di usia 18 tahun.
Ilmu pengetahuan yang ditemukan RA Kartini menjelang akhir hayatnya, setelah sekian lama bergulat dengan kurikulum pendidikan Belanda yang semula dikaguminya. Ilmu yang diperolehnya dari seorang pribumi bernama Kyai Saleh Darat dari semarang setelah bertahun-tahun berkorespondensi dengan teman-temannya para Meneer dan Mevrow Belanda tanpa menemukan jawaban memuaskan.
Selasa, 25 Oktober 2016
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar