Kami bertemu untuk kedua kalinya di
mushola UNMUH Jember ketika mengantar anak-anak kami mengikuti JMSC (Jember
Mathematic And Science Competition).
Saat itu menjelang ISHOMA, dan hasil final akan diumumkan 1 jam lagi.
“Tahu nggak tadi aku kesininya
bagaimana? Nebeng Alphard Mamanya Zahra.
Hotelnya juga dibayarin sama dia.” katanya langsung. Masih agak terengah-engah karena memang punya
riwayat asma dan wajah basah oleh air
wudlu dia melanjutkan cerita, “Sik, aku tak sholat dulu ya, habis ini
dilanjut.” Kami berpisah untuk menunaikan sholat.
Pertemuan kedua ini berlangsung akrab
sebagaimana pertemuan pertama kami waktu APOTEMA (Ajang Potensi Matematika) di
IAIN Tulungagung beberapa bulan yang lalu. Sebelumnya komunikasi kami hanya
melalui Facebook dan WA saja. Meski begitu kegigihan dan keberaniannya sebagai
ibu membuatku menaruh hormat setinggi-tingginya pada perempuan sederhana ini.
Pada JMSC kali ini, Koko, anaknya
berhasil meraih medali perak di kompetisi tingkat Jawa – Madura – Bali itu.
Begitu juga Zahra, anak yang ditebengi Koko dan Ibunya. Sementara anak keduaku, Una berhasil meraih
medali perak sedang adiknya, Faiz meraih medali perunggu di bidang IPA. Sebelumnya nama Koko kami kenal karena dia berhasil meraih medali emas dalam
kompetisi internasional, SASMO.
SASMO (Singapore and Asian Schools
Mathematic Olympiad) 2017 menghasilkan
deretan pemenang yang agak unik. Ada nama Koko Ali Firdaus Al Faridzi diantara
nama-nama China, Bulgaria, Singapore, Malaysia dan negara-negara lainnya. Dan MI Darul Ulum Blitar disebut diantara
sekolah-sekolah swasta elite, sekolah internasional, hingga sekolah-sekolah
negeri terbaik di Indonesia. Namanya
disebut sebagai peraih gold medal di salah satu olimpiade matematika
internasional bergengsi tersebut.
Bisa dibilang agak out of place memang, mengingat MI Nurul Ulum ‘hanyalah’ sekolah
kecil di pelosok kabupaten Blitar. Sekolah ini berdiri di Kecamatan Gandusari, salah satu daerah kaki gunung yang masuk Bahaya
Ring 1 Erupsi Gunung Kelud. Itu artinya ketika Gunung Kelud Meletus, daerah itu
akan dihujani pasir dan bongkahan batu. Gandusari juga menjadi salah satu jalur
lahar, yaitu Jalur Lahar Kali Putih.
Berbeda dengan para pesainganya (ada
16 negara peserta), Koko bukan anak dari orang kaya yang berkecukupan hidupnya.
Ia tinggal bersama ibunya yang single mother dan harus menghidupi kedua anaknya
serta ibunya yang sudah tua. Ibunya, Siti Fatimah, bekerja sebagai petugas
entri data di Madrasah tempat Koko belajar.
MI Nurul Ulum sendiri bukanlah sekolah yang mentereng untuk ukuran
kabupaten Blitar. Hanya sebuah madrasah kecil dengan jumlah total siswa 50
orang saja. Hampir mirip dengan SD
Muhamadiyah Gantong yang ada di novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.
Lalu bagaimana dia mempersiapkan
materi olimpiadenya?
Semua orang tua yang anak-anaknya
aktif mengikuti olimpiade baik lokal, nasional maupun internasional sadar betul
akan biaya yang dibutuhkan untuk menjadi
pemenang dalam sebuahkompetisi. Tingkat kesulitan materi yang dilombakan rata-rata beberapa tingkat di atas kelasnya
sekarang. Jadi bila dia mengikuti olimpiade matematika untuk kelas 4 misalnya,
berarti soalnya akan setara dengan pelajaran reguler kelas 6, atau bahkan kelas
7 SMP.
Itu artinya dia butuh pembimbing
khusus olimpiade. Dan membayar guru olimpiade jauh lebih mahal dibanding
bimbingan pelajaran reguler, apalagi untuk seorang ibu karyawan madrasah swasta
di kota kecil seperti Bu Sifat ini (panggilan populernya). Bisa jadi gaji
sebulan habis tak tersisa hanya untuk membayar uang lesnya. Tapi Bu Sifat tahu betul potensi akademis
anak kesayangannya. Dia tetap mendorong
anaknya untuk mengikuti berbagai lomba meski sadar betul bahwa mereka kekurangan
dana.
Alhamdulillah usaha mereka membuahkan
hasil manis. Saat masih kelas 4 dia berhasil meraih juara 2 Kompetisi Sains
Madrasah (olimpiade khusus untuk madrasah) se Kabupaten Blitar serta meraih medali
perunggu pada HIMSO (Hidayatullah Mathematic And Science Olympiad) se Jawa Timur. Prestasi itu
dilanjutkan dengan keberhasilannya meraih medali emas di pentas bergengsi
SASMO.
Prestasi inilah yang lalu menarik
perhatian para pelatih olimpiade di Jawa Timur, Pak Ami Triono terutama, yang
beroperasi di wilayah eks Karesidenan Kediri.
Sosok Koko di mata Pak Ami bak batu mulia yang menunggu diasah supaya
berkilau cemerlang. Menyadari kondisi
finansialnya, Pak Ami membimbing Koko dengan memberi banyak kemudahan. Mulai
saat itu Koko dan ibunya harus bolak-balik Blitar – Tulungagung karena home base kerja Pak Ami ada di kota
Tulungagung.
Bagaimana cara mereka berdua
bolak-balik Blitar – Tulungagung, yang harus ditempuh sekitar 1.5 jam
lamanya? Tentu saja tidak dengan cara
naik mobil, duduk manis karena sudah ada sopir yang siap mengantar kemana saja.
Jangankan mobil, motorpun ia tak punya. Maka pada saat seperti itu dia
mengandalkan kebaikan hati kakaknya yang meminjami sepeda motor. Menembus
malam, melintasi bulak (area pesawahan tanpa rumah ataupun perkampungan) yang
luas dan sepi hingga kebun yang
penampakannya lebih mirip hutan saja.
Bukan sekali dua kali Mbak Sifat dan
Koko harus melalui masa-masa seperti itu.
Bahkan pernah pula dia harus menjemput Koko jam 11 malam saat dia harus
mengikuti pelatihan di Rumah Bobo Surabaya,
rumah belajar khusus olimpiade milik Ustadz Imam Syafii. Dan di tengah
malam buta mereka harus berkendara selama 1,5 jam melintasi jalan antar
propinsi yang sepi dan penuh bahaya, menuju kaki Gunung Kelud bernama Desa
Gandusari.
Kegiatan bolak-balik ini akan semakin
intens dilakukan Koko hendak mengikuti olimpiade Matematika. Di penghujung
semester genap kelas 5 kompetisi IMOYA (International Mathematic For Young
Achiever) diselenggarakan di Singapore. Koko adalah salah satu dari sekian banyak
peserta dari Indonesia yang terpilih untuk berpartisipasi. Mengikuti kompetisi internasional tentu saja
butuh lebih banyak biaya. Ada tiket Transport Blitar – Surabaya, Tiket pesawat
Surabaya-Singapore PP, biaya hotel disana termasuk konsumsinya, dan biaya
lain-lainnya yang harus dibayar.
Bagaimana seorang single mother
bergaji 5 digit angka 0 mengatur itu semua? Koko tidak terlahir cerdas begitu
saja. Ada gen kecerdasan yang menurun dari ortunya meski hidup penuh
keterbatasan. Jalan termudah adalah
dengan mencari sponsor. Maka diketuklah pintu setiap instansi yang ada di
Kabupaten Blitar, ditunjukkan pada para pejabat itu potensi dan prestasi Koko
selama ini dan permohonan bantuan dana untuk berangkat ke Singapura.
Dan Allah menurunkan rizky pada hambaNya
dengan cara dan arah yang tidak disangka-sangka. Berkat kegigihan Mbak Sifat,
Koko berhasil mendapatkan dana lebih dari cukup untuk mengikuti IMOYA. Tentu saja dengan beban moral harus memenangkan lomba karena membawa banyak
sponsor. Beban moral itu diselesaikan
dengan sangat elegan oleh Koko, dengan membawa pulang medali perunggu ke kota
kecil kelahirannya.
Rupanya rentetan keberuntungan tidak
berhenti begitu saja. Karena prestasinya, Koko berhak mendapat kemudahan dimana
dia bisa masuk madrasah dimana saja di wilayah Jawa Timur, secara gratis tentu
saja. Sebuah peluang langka yang tidak
akan disia-siakan begitu saja oleh anak yang taat beribadah dan sangat berbakti
pada ibunya tadi.
Dan Mbak Sifat sendiri mengakhiri
status single mother dengan menikahi teman sekolahnya dulu. Seorang sosok suami
yang sederhana tapi sangat taat beragama, serta sayang pada Koko dan kakaknya.
Jalan panjang dan berliku masih harus dilalui oleh Mbak Sifat, Koko, serta kakaknya, Kiki, yang kini
mondok di Madrasah Aliyah dekat rumahnya. Tapi minimal kali ini dia tidak harus
menanggung beban itu sendiri. Ada bahu tempat bersandar, teman berbagi dan tentu saja ada Allah tempat mencurahkan
segala beban dan kegalauan hati.
Masya Allah ...Mbak Sipat benar-benar Ibu yang hebat!
BalasHapusSudah sering dengar prestasi Koko tapi baru baca kisah hidupnya di sini. Semoga Allah selalu membukakan pintu rejeki untuknya dan keluarganya. Aamiin:)
Amiin, Bu Sifat banyak mendapat pertolongan dari orang-orang baik yang beliau kenal. Alhamdulillah Allah selalu memberikan rizky dari arah mana saja. Terimakasih sudah mampir.
HapusMasyaa Allaah... perjuangannya seorang single mother benar2 luar biasa ya, Mba
BalasHapusAlhamdulillaah, Mba Sifat udah dapat jodoh lagi.
Luar biasa memang, saya malu kalau mengingat selama ini lebih banyak nngeluh daripada bersyukur. Perjuangan saya nggak ada seujung kuku beliau.
HapusBetul, memang luar biasa. Menulis gini ini jadi malu sendiri.
HapusSaya penasaran dengan sosok mba Sifat yang luar biasa itu, sayang gak ada foto yang lebih jelas dalam postingan mba hehehe. Hebat ya mba sifat, banyak hal positif yabg bisa kita teladani dari cara beliau mendidik anaknya.
BalasHapusIya ya? Soalnya adanya foto ya itu tadi. Itupun minta pada yang bersangkutan.
HapusSemoga selalu diberi kemudahan dan perlindungan ya. Ngeri motoran malam-malam.
BalasHapusNgeri Bu, karena jalanan sepi dan rawan begal, tengah malam lagi. Bu Sifat ini punya penyakit asma yang tidak boleh terlalu lamla terkespos udara dingin
HapusMasyaAllah, kisah yang sangat menginspirasi. Dari mulai Koko, dengan segala Kekurangan materi namun dia mampu berprestasi. Lalu Bu Sifat, sosok ibu yang tegar. Mereka berjalan bersamaan, terus berjuang dan percaya bahwa ada Allah yg memudahkan. Alhamdulillah, akhirnya Allah bukakan, bukan hanya satu jalan, tapi sekaligus beberapa jalan bahagia terbuka.
BalasHapusKoko ini salah satu anak Blitar paling moncer tingkat Jawa Timur. Kalau njenengan sering mengikuti lomba matematika kayak anak-anak saya, pasti akan kenal namanya. Karena dia salah satu langganan juara
HapusInspiring banget kisahnya, Mbak. Ternyata hasil memang tak pernah mengkhianati usaha...😊
BalasHapusKalau kita berkecimpung di dunia olimpiade, sangat banyak cerita inspiring macam itu. Baik dari anak-anaknya, orang tua maupun pembina olimpiade.
HapusPonakanku ikutan SASMO juga mbak. Modalnya guede ternyata buat ikutan. Udah dapat sponsor dari sekolah pun masih nambah lumayan.
BalasHapusOh ya, dapet apa, Mbak? Guede emang modalnya. Ke Singapura aja sekiutar 8.5 jt-an. Anak saya ikut ASMOPS ke thailand meski transport, akomodasi dan makan gratis, gak cukup 5 jt biayanya.
HapusSaya selalu suka mendengar kisah-kisah inspiratif seperti ini, jadi ikut termotivasi dan tambah bersyukur dengan hidup saya sekarang.
BalasHapusBetul, sebenarnya banyak sekali anak-anak, orang tua dan guru yang bisa menginspirasi. Mereka orang-orang kebanyakan, bukan tokoh terkenal atau siapa. Tapi perilaku, ahlak dan perjuangan mereka layak diacungi jempol
HapusMaa syaa Allaah. Kisah yang inspiratif mbak, tentu nggak mudah menjadi single mother apalagi single mother yang sampai menghantarkan anaknya Koko meraih kesuksesan. Salut dengan perjuangannya mbak Sifat.
BalasHapusSangat tidak mudah. Tapi Mbak Sifat ini istimewa, karena beliau berhasil menjadi single mother yang ceria dan bahagia meski dengan penghasilan pas-pasan. MasyaAllah
HapusMaa syaa Allaah. Kisah yang inspiratif mbak, tentu nggak mudah menjadi single mother apalagi single mother yang sampai menghantarkan anaknya Koko meraih kesuksesan. Salut dengan perjuangannya mbak Sifat.
BalasHapusTerimakasih, Mbak Siska. Saya nggak yakin bisa setangguh beliau
Hapus