“Selamat, Eying lolos ke Thailand.” Begitu bunyi
pesan Grup WA Anak-anak berbakat matematika SD Luqman Al Hakim Surabaya. Pesan
Ustad Imam Syafii, pembina matematika anak kedua kami itu langsung menghebohkan
grup. Ucapan selamat dan ungkapan kebahagiaan para orang tua murid membanjiri
grup ini. Sementara kami berdua hanya bisa duduk diam, tak tahu harus bereaksi
seperti apa.
Tentu saja kami bahagia demi dia. Menjadi salah satu
di antara 6 orang wakil Indonesia bidang IPA tentu sangat membanggakan. Dan dia menjadi satu-satunya muslimah diantara
20 peserta wakil Indonesia yang akan berlaga di Pattaya, Thailand. Membanggakan sekaligus membuat galau,
membayangkan kesulitan yang kini membentang di depan mata dan menuntut segera
diselesaikan.
Kesulitan pertama tentu saja soal pasport. Karena
Eying belum pernah pergi keluar negeri. Sementara panitia mensyaratkan foto
pasport harus sudah dikirim dalam 2 hari, berikut final registration fee. Sekilas saja hal itu sudah nyaris mustahil,
karena pengurusan pasport paling cepat butuh waktu 7 hari. Horornya lagi antrian kantor imigrasi penuh
hingga 2 bulan ke depan. Tanpa pasport
bisa dipastikan dia gagal berangkat. Dan kami tak bisa membayangkan raut kecewa
wajah putri kami seandainya itu terjadi.
Soal pasrport bisa dibilang hanyalah kerikil kecil
penghalang langkah anak kami. Jujur saja
secara matematis kecil kemungkinan kami bisa memberangkatkan Eying. Pertama kami tak punya cukup uang untuk
transport Jakarta – Surabaya PP sebanyak
dua kali. Dan Suami juga tidak mungkin meninggalkan kelas sesering dan selama
itu. Untunglah Kepala Sekolah, Ustad Adi Purwanto berhasil meyakinkan kami,
bahwa apapun yang terjadi semua akan berusaha memberangkatkan Eying ke
Thailand.
Tahukah anda bagaimana rasanya menghadapi segala
kepanikan itu? Dalam kondisi tertekan
seperti itulah kita jadi bisa merasa betapa
berbahagianya menjadi umat Islam, hanya karena mereka memiliki Tuhan.
Karena dengan segala kesulitan dan kemustahilan itu, hanya Dialah satu-satunya
tempat anda meminta pertolongan. Rasanya
seperti tergantung-gantung di gedung berlantai 10 dengan hanya berbekal seutas
tali karamantel tanpa pengaman. Anda
harus berpegang sangat erat pada tali itu, karena nyawa anda sangat tergantung
padanya. Dan dalam kasus ini, tali
karamantel itu adalah doa yang tak ada putusnya.
Dan ketika kita sepenuhnya pasrah pada Allah,
pertolongan akan datang dari tempat yang sama sekali tak anda duga. Karena
mustahil mendapatkan tiket antrian pasport secara online, kami mencoba mencari
jalan lain. Dan berdasarkan survey, dibantu oleh banyak teman yang berusaha
menghubungi agen travel masing-masing, didapatkan informasi bahwa kami harus membayar sekitar 1.5 jt hingga 2 jt
jika ingin mendapatkan paspor secepatnya. Padahal paspor biasa seharga 355 ribu
saja.
Dan kejaiban Allah datang melalui Mbak Rully, Ibu dari Aldyto yang saat
ini menjadi salah satu top student di sekolah.Tiba-tiba beliau mengontak sambil
memberikan no HP salah seorang petugas imigrasi. Rupanya seharian itu beliau
berusaha mengontak teman-temannya untuk mendapatkan ‘jalur cepat’ pengurusan
pasport. Melalui beliau inilah Eying berhasil mendapatkan paspor dalam waktu
singkat dan harga yang “hampir’ mendekati normal. Alhamdulillah, Allah
memudahkan urusan kami.
Langkah berikutnya tentu saja mencari dana. Memang transportasi,
akomodasi, konsumsi dan lain-lain selama pembinaan dan lomba di Thailand
ditanggung Surya Institut tetapi transportasi Surabaya – Jakarta, hotel dan juga final registration fee menjadi
tanggung jawab peserta. Dan itu tidak sedikit tentu saja. Pengajuan proposal
pun dikirim ke berbagai lembaga. Dan
rupanya Allah kembali memberkahi usaha keras kami dengan mendapatkan banyak
pertolongan.
Bersama Timothy ketika menjadi juara 3 OSN kota Surabaya tahun lalu. Ternyata mereka berdua bersama-sama mewakili Indonesia di ajang ASMOPS ini.
Kota Surabaya berhasil mengirimkan 3 delegasinya di
ajang kompetisi bergengsi ini. Mereka
berasal dari SD Luqman Al Hakim Surabaya, SDK Petra 7 dan SMPK Petra 3.
Kebetulan Timothy, siswa SDK Petra 7 adalah teman pembinaan Eying sewaktu OSN
tingkat kota dulu dan sama-sama mendapatkan juara 3. Pertemanan mereka masih berlanjut karena
Timothy ikut pembinaan di Rumah Bobo. Dari OSN inilah saya mengenal mamanya, Bu
Fefe Jamin.
Ketika dikontak, beliau dengan senang hati bersedia
kami titipi Eying. Maka kami pun “pasrah bongkokan’ mulai dari tiket pesawat,
hotel, dan segala tetek bengek lainnya dan saya janjikan segala biaya akan
ditransfer. Biaya yang hingga saat ini
belum juga disebutkan nominalnya oleh beliau. “Nggak usah dipikirkan, Bu Ida.
Yang penting Eying bisa berangkat.” Bahkan ketika bertemu di bandara pun
kalimat itu diulang lagi, “Nggak usah dipikirkan. Kami ikhlas membantu Eying.”
Betapa Allah mengirimkan pertolongan melalui tangan-tangan yang tidak kita
duga. Allahu Akbar!
Foto bersama menjelang individual round - kompetisi secara individu sesuai mapel masing-masing
Kini kami tinggal memikirkan hal-hal lebih ringan
seperti kostum. Inipun langsung terpecahkan karena Ibu Asuhnya, Bu Era langsung mengirimkan koleksi kebaya beliau.
Tak lupa tante-tantenya ikut menyumbang
kostum dan asesoris. Sepertinya Allah
tak henti-hentinya memudahkan jalan kami, karena setelah itu banyak pesan
berdatangan dari para wali murid, bertanya butuh bantuan apa saja. Masya Allah, kami sekeluarga sedang dididik memahami
nikmatnya ukhuwah.
Hari dia berangkat ke Jakarta adalah hari terberat
bagi saya sebagai ibunya. Menyaksikan
kepergian Si Sulung yang sepertinya baru kemarin secara cadel menyanyikan
lagu-lagu Barney and Friend atau mengacak-acak isi lemari rasanya seperti menghadapi hukuman gantung.
Ya Allah, dia harus berangkat sendiri ke luar negeri! Betapa kami harus
menguatkan hati melihatnya pergi.
Komunikasi dengan Eying via WA terputus total begitu
dia sampai di Pattaya. Satu-satunya jalur melalui pendampingnya, Bu Fefe.
Alhamdulillah beliau rajin mengupdate kegiatan para peserta. Mulai dari sesi
lomba, latihan cultural show, saat cultural show, city tour hingga closing
ceremony. Sedikit lega mengetahui bahwa dia baik-baik saja, tampak gembira
malah. Lega bahwa panitia memperlakukan semua peserta dengan sangat baik. Lega
bahwa para peserta dari seluruh Indonesia dengan berbagai latar belakang itu
bisa membaur dengan baik, saling mendukung dan saling menjaga.
Lega, karena ternyata panitia memilih hotel dengan
fasilitas “halal food” sebagai tempat penyelenggaraan lomba. Sebelumnya dia
sudah mendapat berbagai macam “perintah” mengenai pemilihan menu.
“Kalau bisa pilih menu non daging aja, karenameskipun
non babi, kita nggak tahu menyembelihnya gimana.” “Pastikan kalau beli makanan
ada logo halal, kalau bisa yang resmi dari negara setempat. Kalau nggak ada
cari yang ada logo koshernya – halal versi Yahudi” Sehingga ketika dia pulang
kami mendapati kripik durian montong, kripik nangka dan lain-lain lengkap
dengan label halal dan kosher sekaligus.
Entah kenapa tahun ini peserta muslim sepertinya
jauh lebih sedikit dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dan Si Eying dengan senyum
sok anggun penuh PD mengatakan dia satu-satunya peserta berjilbab disana. “Lho,
emang Malaysia nggak ada ceweknya?” tanya Abinya. “Ya ada, tapi peserta dari
sana Tionghoa semua.” Oh….gitu ya?
Dan pada malam penutupan Bu Fefe kembali membawa
berita gembira. “Selamat, Bu. Eying dapat perak.”
Alhamdulillah…..
Medali perak di tangan......
Dibalik segala tantangan di awal ternyata
tersembunyi segala berkah. Erin Laily Fathima Rahmanto, namanya terpampang
sebagai salah satu penerima Silver Medals dalam pentas internasional
bergengsi bernama ASMOPS. Dimana seleksi
dilakukan secara sangat ketat, hanya siswa-siswi terbaik di sekolah-sekolah Se
Indonesia yang bisa ikut babak penyisihannya. Dimana dia harus bersaing dengan
para peserta dari sekolah-sekolah internasional yang sudah sangat advance
bahasa Inggrisnya, sementara dia hanya belajar secara outodidak dengan
menterjemahkan buku-buku pelajaran sainsnya. Atau sekedar membaca koleksi komik
berbahasa Inggris di laptop abinya.
Tapi tak ada yang tak mungkin bagi Allah Yang Maha
Perkasa. Sepanjang umatnya mau berusaha sekeras yang ia bisa, tak pernah putus
berdoa dan percaya penuh bahwa Dialah yang akan mengabulkan segala doa.
لْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ
Segala puji bagi Allah, dimana dengan nikmatNya kebaikan menjadi sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar